Konsep Zuhud

✍🏼 *NOTULENSI KAJIAN ONLINE*πŸ“Ώ
*GROUP TELAGA SURGA*
πŸ—“ : Senin, 17 April 2017
⏰ : 19.30 wib sd selesai

πŸ“š *"Konsep Zuhud"*
_πŸ‘³πŸ» : Ustadz Abi Umar Hidayat_

🎀 : Sholcan Haifa
✍🏼 : Admin TS

πŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸŒΈπŸŒΈπŸŒΈπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”ΉπŸ”Ή

“Datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia berkata, ‘Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku akan suatu amalan yang apabila aku mengerjakannya niscaya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia?’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia niscaya manusia mencintaimu’.” (Shahih, HR. Ibnu Majah dan selainnya, lihat Shahiihul Jaami’ no.935 dan Ash-Shahiihah no.942)

πŸŒ€πŸ’ πŸŒ€πŸ’ πŸŒ€πŸ’ πŸŒ€πŸ’ πŸŒ€πŸ’ πŸŒ€

🌹 *Materi :*

πŸ’Ž Ψ¨ِΨ³ْΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω…ِ Ψ§Ω„Ω„َّΩ‡ِ Ψ§Ω„Ψ±َّΨ­ْΩ…َΩ†ِ Ψ§Ω„Ψ±َّΨ­ِيْΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω…ِ ..

πŸ’Ž Ψ§Ω„Ψ³َّΩ„Ψ§َΩ…ُ ΨΉَΩ„َيْΩƒُΩ…ْ وَΨ±َΨ­ْΩ…َΨ©ُ Ψ§Ω„Ω„Ω‡ِ وَΨ¨َΨ±َΩƒَΨ§ΨͺُΩ‡ُ ...

*_Dunia begitu manis n indah dekat di mata menjauhkan hati dariNya._*

*"Zuhud : Agar Harta Menyelamatkan Kita"*


 _Share 01_

“Dan carilah ( kebahagaian ) akhirat, yang telah Allah sediakan untukmu, tapi jangan lupa bahagianmu dari kenikmatan dunia". (QS. Al Qashash : 77).

Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang harus kita kejar adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam ayat-yang lain Allah subhanahu wata’ala berfirman "winnad daarul aakhirata lahiyal hayawan" (dan sesunguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya) (QS. Al Ankabut : 64).

Lalu, apa arti kita hidup di dunia? Apa sebenarnya yang kita banggakan dari harta yang kita kumpulkan? Akankah menambah kemuliaan kita di hadapan Allah? Atau sebaliknya? Bagaimana sesungguhnya kita mensikapi dunia dan seisinya?

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

_Share 02_

Seperti apakah Dunia di mata Nabi?  Ibnu Taimiyah mengatakan – sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim –bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat. Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran.

Suatu ketika Ibnu Mas’ud r.a. melihat Rasulullah tidur di atas tikar yang lusuh sampai-sampai pola anyaman tikar membekas di pipinya. Lalu Ibnu Mas’ud menawarkan kepada beliau sebuah kasur. Apa jawaban rasul? “Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, lalu pergi dan meninggalkannya.”
(HR Tirmidzi).

Apa Rasulullah tidak punya kasur ya?saya sempat berpikir begitu, menurut hemat saya Rasulullah bisa dengan gampang untuk sekedar punya kasur buat tidur, supaya tidurnya lebih nyaman dan nyenyak. Tetapi ketika Rasulullah ditawari kasur oleh Ibnu Mas’ud jawabnya “Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, lalu pergi dan meninggalkannya.”

 Rasulullah mencontohkan akan pengertian yang tinggi bahwa kehidupan di dunia hanya sementara jadi jangan tertipu, dan kehidupan akhiratlah yang kekal abadi apakah itu di syurga atau di neraka. Kehidupan di dunia bersifat sementara dan kemanakah arah kebijakan kita ke syurga atau ke neraka jangan sampai kita tertipu.
Kesederhanaan hidup Rasul ini benar-benar dicontoh oleh para sahabatnya. Abu Bakar ash-Shiddiq, Usman bin Affan dan Abdurrahman Bin Auf hanya segelintir contoh sahabat Rasul yang memiliki kekayaan melimpah, namun hanya sedikit dari kekayaan itu yang mereka nikmati sendiri.

 Sebagian besarnya mereka gunakan bagi kepentingan dakwah, jihad fii sabilillah dan menolong kaum muslimin. Bahkan Abu Bakar pernah memanjatkan do’a kepada Allah: “Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami.” Selain itu, sembilan dari sepuluh sahabat Nabi yang telah dijamin masuk surga adalah termasuk orang-orang yang kaya raya. Tapi di saat yang sama mereka pun zuhud, tidak membangga-banggakan harta kekayaannya. Mereka rajin bersedekah baik untuk orang-orang miskin maupun untuk kepentingan umat.
Melalui sebuah hadits singkat Rasulullah SAW telah memberikan panduan bagi orang-orang yang beriman dalam menghadapi kehidupan dunia: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau musafir.’ (H.R. Bukhari). Rasul tidak hanya memberi perintah, melainkan Beliau juga mencontohkan langsung kepada umatnya bagaimana cara hidup di dunia, yakni setiap gerak langkah selalu bermuara pada harapan akan keridhaan Allah.

_Share 03_

Dunia Itu laksana penjara bagi Muslimin dan Surga Bagi Kafirin. Seandainya Anda ditanya manakah yang lebih utama: orang kaya yang ataukah orang miskin, bagaimana jawaban Anda?

Menurut Imam Ahmad, orang kaya yang pandai bersyukur lebih utama atau orang miskin yang selalu bersabar lebih utama. Dua keutamaan yang tidak bertentangan. Para ulama yang menyatakan alasan keutamaan itu bahwa orang miskin yang sabar lebih utama lantaran orang miskin lebih cepat dihisab di akhirat nanti daripada orang kaya. Begitu juga dengan orang kaya yang pandai bersyukur lebih utama lantaran Nabi Saw sendiri selalu meminta pada Allah agar diberi sifat merasa cukup dari apa yang ada di hadapan manusia.
Ibnu Taimiyah pernah ditanya soal yang sama lalu beliau memberi jawaban yang sangat memuaskan, “Yang paling afdal (utama) di antara keduanya adalah yang paling bertakwa kepada Allah Ta’ala. Jika orang kaya dan orang miskin tadi sama dalam takwa, maka berarti mereka sama derajatnya.” (Badai’ul Fawaidh (3/683). Itu pula yang dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al-Furqan.)

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (Q.s. al Hujuraat (49): 13.)
Namun, penting untuk diingatkan di sini bahwa mencintai harta dan kedudukan dunia secara berlebihan merupakan fitnah godaan yang menjerumuskan manusia ke jurang kebinasaan.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.s. Ali Imran [3]: 14)

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

_Share 04_

Sejalan dengan ayat di atas, Rasulullah menyebut dunia ini: ad-dunya khadirah wa khulwah. Dunia itu hijau, manis. Ini menggambarkan obsesi yang menjadi sifat dasar manusia. Maka, dalam hakikat kemanusiaannya tak ada manusia yang tak ingin dunia. Sayyid Quthub menguraikan dalam tafsirnya begini: fitrah manusia memang cenderung pada wanita, anak-anak, perdagangan emas, perak, kendaraan, dan sawah ladang. Namun, dalam tulisan Sayyid Quthub, ada dua rambu penting terkait dengan hamparan syahwat itu.
Pertama, dunia itu diporsikan; Allah menghamparkan syahwat-syahwat itu adalah untuk perjalanan sementara manusia dan agar diposisikan secara proporsional dan seimbang, tidak berlebihan. Kedua, sarana taat kepada Allah; Allah menghamparkan syahwat-syahwat itu untuk orang mukmin tidak lain untuk membantunya melakukan ketaatan kepada Allah. Karena itu, menjadi wajar orang hidup ingin kaya. Orang hidup ingin tercukupi kebutuhannya. Jadi, kecenderungan terhadap dunia itu wajar.
Namun, tidak demikian halnya dengan Rasulullah. Tak diragukan lagi, beliau adalah orang yang paling rajin bekerja dan beramal saleh, paling semangat dalam beribadah, paling gigih dalam berjihad. Tetapi, pada saat yang sama, beliau tidak mengambil hasil dari semua jerih payahnya di dunia. Kehidupan Rasulullah sangat sederhana dan bersahaja. Beliau lebih mementingkan kebahagiaan di akhirat dan keridhaanNya. Seperti sabda Rasulullah, “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau musafir.” (H.r. Bukhari) Karena di dunia ini kita tidaklah lama: Rasulullah bersabda, “Demi Allah, perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang mencelupkan tangannya ke dalam lautan, lihatlah apa yang tersisa!” (H.r. Muslim)

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

_Share 05_

Allah Swt berfirman: Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. (Q.s. Huud [11]: 15)

Dalam Tafsir al-Qurthubi disebutkan maksud ayat ini: orang yang beramal dan dengan amalnya itu menghendaki adanya balasan duniawi, dan Allah berikan balasan itu tanpa dikurangi sedikit pun kenikmatannya di dunia. Tetapi, di akhiratnya ia mendapat azab disebabkan ia merusak keikhlasannya dengan dunia itu.
Jika demikian, bagaimana caranya agar kita mendapatkan kenikmatan dunia yang tidak berbalas azab di akhirat? Apa yang harus kita tempuh?

Mari kita meneguhkan jiwa kita untuk “carilah dunia seakan engkau hidup selamanya dan carilah akhirat seakan engkau akan mati esok hari.” Ketika kita sedang mengejar dunia cobalah kita ambil keikhlasan menjadi landasannya dan sikap qanaah menjadi pengontrolnya. Mungkin terlalu menyederhanakan. Tetapi, dengan keyakinan yang penuh dan keikhlasan sandaran kita pada Allah, maka inilah motivasi yang tak ada tandingannya.

 Setelah keikhlasan dipasang dengan baik, kita akan menikmati proses dengan baik. Selanjutnya, hasil kita pasrahkan sepenuhnya kepada Allah. Begitu Allah telah melimpahkan hasil kepada kita, maka sikap diri yang tepat adalah meneguhkan qanaah dalam diri kita.

Begitu pun dengan akhirat kita. Mari kita menjadi pemburu akhirat yang tak pernah puas dengan apa yang telah dilakukan.

 Dengan semangat fastabikul khairat untuk tak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki. Kita boleh rakus dengan amal, tetapi tidak menyimpang dari keteladanan Rasulullah.

Jadilah sang pemburu akhirat, maka dunia akan tertundukkan. Lantaran mustahil meraih akhirat tanpa dunia. Karena mustahil menguasai dunia tanpa kekuatan akhiratmu. “carilah dunia seakan engkau hidup selamanya dan carilah akhirat seakan engkau akan mati esok hari”.

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

_Share 06_

Menangislah para Pencari akhirat
Sekuat imannya Abdurahman bin Auf, tak tergoda oleh dunia. Bukan karena ia papa, justru karena ia telah memiliki segalanya. Ia pandai mencari, mengelola, dan menempatkan hartanya pada jalur yang tepat di jalan-Nya. Baginya, begitu pun seharusnya kita, harta bukanlah tujuan dalam hidupnya. Harta sebagai sarana untuk pemberdayaan dirinya sebagai, dalam bahasa Imam Hasan al-Banna: nahnu du’at qabla kulli syaiin. Kita itu dai sebelum menjadi yang lainnya. Harta tidak lain hanya sebagai indikator keberdayaan seseorang di jalan dakwah. Harta adalah sesuatu yang menjelaskan kekuatan seseorang untuk mensinergikan kemampuan dan sarana yang dimiliki dalam menjalankan tugas hidupnya.
Maka, menjadi terang bagi kita seterang sinar matahari di siang hari, mengapa Rasulullah pernah menjelaskan bahwa tak ada kenabian setelah Nabi Syu’aib kecuali pasti ia dari keluarga besar dan memiliki kekayaan yang melimpah. Inilah sejatinya kenapa Muhammad terpilih menjadi nabi dari kalangan kaum Quraisy yang berlatar belakang pembesar dan saudagar kaya. Begitu pun Rasulullah sebagai pembisnis. Inilah rahasianya kenapa juga risalah ini dengan mudah dapat berkembang di tangan para shahabat yang juga dari kaum berpunya. Mereka berdaya dalam lahan dakwahnya; bukan semata-mata lantaran banyaknya harta, tetapi seberapa mampu mereka mendayagunakan harta itu untuk memutar roda dakwah ini.
Karena materi bukan segalanya, ada bagian aktivitas dalam hidup ini yang hanya sedikit bersentuhan dengan materi. Materi hanya bagian kecil saja. Siapa orangnya merekalah yang menekuni dunia ilmu pengetahuan, ilmu agama, dan lain-lain. Para ulama, dengan ilmu agamanya tak akan menyampaikannya pada tingkat kekayaan, kata Ibnu Khaldun. Karena itu, untuk menjaga kehormatan ulama, tugas pemerintahlah yang menghidupi mereka. Boleh jadi kemiskinan di kalangan para ulama itu pilihan atau malahan risiko profesi.

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

_Share 07_

Semasa hidup Imam Syafi’i pernah mengatakan begini, “Aku rasa kecerdasanku akan memberikanku kekayaan yang melimpah. Tapi, setelah aku mendapatkan ilmu ini, sadarlah aku bahwa ilmu ini tidak boleh dituntut untuk mendapatkan dunia. Ilmu ini hanya akan kita peroleh jika dituntut ia untuk kejayaan akhirat.” Sejarahnya, Imam Syafi’i berasal dari keluarga miskin dan terlahir dalam keadaan yatim. Tak heran bila ia sempat mengira dengan mempelajari ilmu agama ini ia bisa menjadi kaya.

Di sini bukan karena ilmu agamanya yang tak bisa membuat seseorang menjadi kaya. Tetapi, tidak pada tempatnya belajar ilmu agama untuk tujuan mendapatkan harta kekayaan, dan kita juga tak boleh ‘menjual’ ilmu agama. Bahwa kemudian seseorang mengajarkan ilmu agama mendapatkan upah, itu lantaran ‘risiko’ profesi sebagai guru.

Yang sering terjadi adalah kecintaan terhadap dunia dan ketidakmampuan mengelolanya, terutama mengelola hati ketika berhadapan dengan dunia, yang akan berdampak pada melalaikan akhirat dan kenikmatannya yang lebih abadi. Dalam sejarah kemanusiaan, tak satu pun suatu kaum yang mengagungkan harta hidup lebih lama kecuali kehancuran yang melandanya. Fir’aun, Karun, kaum Tsamud, Perang Uhud, peristiwa di Andalusia, Perang Salib, dan lain-lain, menjadi pelajaran bagi kita semua. Bukankah Rasulullah telah mengajarkan, “Celakalah hamba dinar dan dirham!” Suatu kaum tak akan mampu bertahan bila memiliki ketergantungan yang sangat pada harta, apalagi selalu berlebihan dalam gelimpang kenikmatan harta.
Seperti pendahulunya, Abu Bakar ash-Shiddiq orang yang selalu menangis, yang selalu bersenandung doa yang menandakan kita harus banyak belajar dengannya, “Ya Allah jadikan dunia di tanganku, dan jadikan akhirat di hatiku.” Seperti yang diceritakan Zaid bin Arqam, bahwa Abu Bakar selalu khawatir jika dunia itu bergabung dengannya, lantaran itulah faktor yang menyebabkan ia sering menangis. Karenanya ia sumbangkan seluruh hartanya untuk jalan dakwah tanpa sedikit pun rasa khawatir tentang nafkah untuk keluarganya.

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

*“Ya Allah jadikan dunia di tanganku, dan jadikan akhirat di hatiku.”*

*Kita kadang terjebak oleh pandangan pertama. Menyesal n galau pd akhirnya. Lalu ingin membalikkan dunia agar sesuai hati kita.*

πŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈπŸ¦‹πŸŒΈ

_Share 08_

Bagaimana Sikap kita terhadap harta, agar dunia tidak menjadi bumerang bagi kita? Dua hal yang mesti kita pengangi dalam masalah harta ini: pertama, letakkan dunia di tangan kita bukan di hati kita. Dengan sikap ini kita akan terjaga menjadi orang yang bersyukur atas segala nikmatNya. Syukur yang akan dapat memenangkan hasrat terhadap harta. Ada kesabaran dan qonaah dalam menjalani hidup dan kehidupan dunia. Dan ujung dari sikap ini adalah selalu berprasangka baik kepada Allah dalam keadaan apapun, dimana pun dan dengan siapapun.
Kedua, produktif dan optimislah. Tidak berharap atas pertolongan dari orang lain, tapi justru memberi dan menolongnya. Berdiri di kaki sendiri dan tetap diiringi sikap tawakal kepada Allah. Dengan ini menjalani hidup menjadi lebih bermakna. Harta menjadi lebih mulia di tangan kaum Muslimin dengan memproduktifkannya sesuai ketentuan Allah dan selalu optimis menjalaninya.

Semoga bermanfaat.


🌹 *Tanya jawab :*

1⃣ ika
Mau tanya,klo membanggakan diri itu apa termasuk zuhud??

🐒
Bukan zuhud. Tapi, Membangga atas dirinya itu kesombongan yg bercampur ujub. Ujub itu ingin ditakjubi. Sombong itu dosa n ditambahi ujub pula.

2⃣ Santi
πŸ™‹ Ustad mau tanya, apakah zuhud itu sama dengan hidup sederhana ?. Mohon penjelasannya

🐒
Lbh dr sederhana. Krn klo sekedar sederhana itu relatif. Org yg penghasilannya 150jt perbln klo sekali belanja 5jt itu sederhana. Klo yg cuman umr tentu beda. Jd zuhud lbh pd sikap hati terhadap dunia n harta yg lbh memperhatikan nilai akhiratnya.

3⃣ πŸ™‹πŸ»nurul

Assalamu'alaykum ustadz
1)Bagaimana cara menerapkan ke-zuhud-an di dlm diri dan keluarga kita di era sekarang ini?
Terkadang pny byk pakaian dgn berbagai mode..... apakah itu jg trmsuk berlebihan dlm harta?
Sdgkan kaum wanita byasanya senang dgn keindahan

🐒
Jk semua di ukur dg iman tak ada masalah. Memenuhi prinsip syariah (menutup aurat, tdk berlekuk membentuk), tdk sombong, tdk berlebihan, tdk mengundang syahwat tp tetep nyaman n indah.

Prakteknya memang tdk gampang tp hrs diperjuangkan. Kd jg patut tuk dipertanyakan bg akhwat yg sdh menikah berpakauan indah modis untuk siapakah?

4⃣ Ust bertanya...tri

Ustadz bagaimana menjadikan akhirat 80% dan dunia 20%

Jazakallah khayran jawabannya πŸ™

🐒
Mengukur scr kuantitatif agak sulit kiranya. Tp hemat sy justru apapun yg qt lakukan di dunia niatkan ken Allah n tdk melanggar syariatnya insya Allah itu pertanda 100% tuk akhirat Γ± dunia tdk terlupakan.

〰〰〰〰〰〰〰πŸ¦‹

🌹 *_Pertanyaan QUIZ :_*

1⃣Bagaimana sikap kita terhadap dunia?

🌹 santi
Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa *zuhud itu* bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi *zuhud di dunia* adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu.

πŸŽ™yg ini gmn bi ?
πŸ‘³πŸ» Bukan. Tp boleh jg. Yg lbh tepat. Letakan harta di tanganmu bukan di hatimu. Dan, produktif n optimislah.

2⃣ Apa makna zuhud?

🌹Tary
Berpaling dari kesenangan
Mengharap kenikmatan akherat.

πŸ‘³πŸ»sy bantu jwb; maksudnya berpaling itu mengendalikan..

Tuh benΓ©r kan

Klo cuman berpaling..... waduh ngga bisa makan durian lg aku.

3⃣ Doa siapa yg berbunyi “Ya Allah jadikan dunia di tanganku, dan jadikan akhirat di hatiku.”

🌹Puji
Abu bakar ash-shiddiq.

4⃣siapa moderator mlm ni?πŸ™Š

πŸ›Lola
Mb haifa kura2.

〰〰〰〰〰πŸ¦‹
Jazaakumullohu khoiron katsiran..```

πŸ’ŽΩˆَΨ§Ω„Ψ³َّΩ„Ψ§َΩ…ُ ΨΉَΩ„َيْΩƒُΩ…ْ وَΨ±َΨ­ْΩ…َΨ©ُ Ψ§Ω„Ω„Ω‡ِ وَΨ¨َΨ±َΩƒَΨ§ΨͺُΩ‡ُ ...
〰〰〰〰〰〰πŸ¦‹

FB : Telaga Surga
IG : Telaga_Surga
Blog : http://telagasurga17.blogspot.co.id/

πŸ’žπŸŒΉ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Thibbun Nabawi

8 Ciri-Ciri Ayah Yang Hebat

Qowiyul Azam