Qowiyul Azam
📿 NOTULEN KAJIAN
📆 : Kamis, 16 November 2017
⏰ : 19.15 s.d 21.00
📑 : *QOWIYUL AZAM*
👰 : *Ustdzah Rochma Yulika*
💞 *Materi* 💞
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Qowiyul Azam,
Kuatkan Azzam-mu Di Jalan-Nya
Setiap kita Allah bekali kemampuan yang mengagumkan
untuk menggapai harapan, meraih cita dan ridhaNya.
Seperti kata yang mengugah dari Thalhah ibn Ubaidillah saat perang Uhud,
Ya Allah, ambil darahku hari ini sekehendakMu sampai Engkau ridha padaku
Bandingkan dengan apa yang sering kita keluhkan saat berada di tengah segala kesibukan. Suka dan duka menjadi kader dakwah biasa. Bayangkan ungkapan Thalhah Ya Allah, ambil darahku hari ini.. Apa yang patut kita banggakan dari kita?.............
Lukanya 39 tebasan pedang
Jarinya ada yg putus
Berangkat atas perintah rasulullah
Demikianlah seharusnya sikap seorang mukmin ketika menerima perintah dari Allah dan RasulNya. Sederhananya, sesungguhnya tentara Muslimin veteran perang Uhud adalah tentara yang secara fisik (dalam logika manusia biasa,mengatakan) sudah harus turun mesin, tapi tidak secara mental.
Sekali lagi, tidak secara mental.
Mental mereka baja
Bukan mental tempe apalagi mental kerupuk
Sakit dikit ijin
Bani Salamah keluar dengan empat puluh orang perajurit yang semuanya masih luka, antaranya Ath-Thufail bin An-Numan dengan 13 luka dan Al-Harits bin Ash-Shamah dengan 10 luka. Mereka sampai di hadapan Rasulullah SAW dan berdoa: Ya Allah, kasihanilah (ampunilah) Bani Salamah.
MASIH TERLUKA,
Mungkin kalo kita, Ya Rasul Aku ijin, aku masih terluka. Aku ada keperluan sebentar. Atau afwan ya saya left dulu. Dah ngga kuat di group ini Karena aq dah kerja n sibuk, ada ngga ya yg bs gantiin amanah Afwan, sy left dulu ya. Ni keluarga lg bth perhatian. Repot. dll
Qowiyyul Azam..
Jangan sekedar jadi materi yang enak dibaca saja
Jangan jadi kisah yang mengurai air mata saja
Tapi geraklan diri untuk segera berjuang menyambut seruan Nya
Qowiyyul Azam bukanlah cerita tanpa makna
Ia sangat sarat makna
Berkaca dari kisah tersebut, maka sepatutnya ketika kita menjalani dakwah ini membutuhkan azzam asy-syamilah, azzam yang utuh dan menyeluruh.
Tekad yang bulat penuh semangat
Meski Rasulullah dan pasukannnya menderita kekalahan ; Merasakan keletihan ; Menyisakan kesakitan dan kesedihan.
Tapi tidak dengan mental mereka. Mental mereka masih sekuat baja bahkan lebih kuat darinya. Tak ada kata menyerah. Karena di balik azzam yang kuat mengalirkan darah kesembuhan pada sakit yang diderita akibat luka perang. Karena di balik azzam yang kuat mengubah sedih jadi senang. ; Mengubah jauh jadi dekat ; Mengubah letih jadi kuat. ; Mengubah suntuk, tegang dan stress menjadi fresh.
Qowiyul azam....
Sebuah tekad yang kuat tidak datang serta merta wahai saudariku.
Al-Bukhturi berkata dalam kitabnya Diwan al Bukhturi bahwa ada dua unsur penting dalam perubahan ; unsur yang pertama yaitu hati yang berkilau atau nafsun tadhi dan yang kedua adalah semangat yang menggelora atau himmah.
Hati yang berkilau menandakan bersihnya niat yang bersinar cemerlang, bersih dari noda dan kotoran. Lepas dari ambisi dan kepentingan, suci dari hawa nafsu yang kotor dan meracuni. Seperti Umar bin Abdul Aziz tak ada satu langkah pun kecuali Umar meneguhkan niatnya. (Sirah Umar, Ibnu abdil Hakam, 30/29) Abdullah bin mubarrak menyebutkan, Berapa banyak amal yang kecil tapi dibesarkan oleh niat, dan berapa banyak amal yang besar namun dikecilkan karena niat. (Muhammad Nursani, Berjuang di dunia berharap pertemuan di surga refleksi ruhani pejuang dakwah, Jakarta: Tarbawi Press)
Hati yang bersih akan menjadikan pribadi2 akan menguat.
Terus melaju menuju Allah
Sedangkan yang kedua adalah semangat yang menggelora atau himmah tatawaqqad. Setiap kali jiwa kita bertambah semangat, maka semakin bersih hatinya dari kotoran dan noda. Karena semakin tinggi semangat dan aktivitas seseorang semakin banyak urusan besar yang ditanggungnya. Sekaligus dengan semangat itu ia terhindar dari godaan dan bisikan setan. Bila seseorang tidak disibukan dengan perkara-perkara besar, maka yakinlah bahwa ia hanya disibukan dengan perkara-perkara yang kecil.
Hakikat iman tidak akan terbukti kesempurnaannya dalam hati seseorang sampai ia menghadapi benturan dengan upaya orang lain yang berlawanan imannya. Karena di sinilah seseorang melakukan mujahadah sebagaimana seseorang melakukan mujahadah kepadanya untuk menghalanginya dari keimanan. Di sinilah cakrawala keimanan akan tersingkap dan terbuka. Keterbukaan yang tidak pernah terjadi pada jiwa seseorang yang merasakan iman secara datar. (Sayyid Qutub, Mustaqbal li Hadza Diin)
Lelah?
Sakit?
Semua akan terkalahkan oleh orang yang memiliki hati yang tulus kepada Allah serta semangat yang tinggi berjuang membela agama Allah.
Kesuksesan hanya akan tumbuh kepada mereka yang senantiasa memaksimalkan seluruh potensi dan kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Kesuksesan tidak akan bersanding dengan orang yang hanya setengah-setengah dalam melakukan usaha apalagi malas malasan. Ingat dakwah ini membutuhkan azzam yang utuh dan menyeluruh.
Sukses disini adalah suskes di kehidupan yang sejati
Azzam yang meliputi keseluruhan Azzam yang dibutuhkan dakwah ini. Antara lain yang meliputi ilmu, amal, dakwah, jihad, iman, yakin, sabar, ridho, keshalihan pribadi dan keshalihan secara sosial.
Memaksa hati itu tidak mengenakkan, meski itu kebaikan adanya. Tapi Azzam yang kuat akan membuka jalan selangkah demi selangkah, dan dengan izin Allah, segalanya akan tercapai. Kuncinya ada dalam kebersihan hati (nafsun tadhi ) dan semangat yang menggelora (himmah tatawaqqad).
Sesulit apa pun....
Miliki azam yang kuat untuk menjadi pribadi dahsyat yang melesat menuju akhirat
Ikhwati, tidak ada yang telah membuat usia para sahabat dan para ulama sekaliber Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad r.a. seolah terus memanjang hingga akhir zaman, kecuali dakwah yang mereka lakukan. Tidak ada sesuatu yang telah membuat lisan orang-orang mukmin menyebut dan mendoakan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Khalid bin Walid r.a. atau tokoh-tokoh seperti Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, dan Al-Muzhaffar Quthuz selain jihad fii sabilillah. Kehidupan mereka menjadi amat berarti dan berharga karena mereka sigap menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya.
kesigapan itu bukanlah suatu hal yang muncul begitu saja, melainkan adalah buah keimanan kepada Allah sebagai Pemberi dan Pencipta kehidupan, buah keimanan yang kokoh kepada hari akhir saat terwujudnya kehidupan dan kebahagiaan hakiki. Kesigapan itu lahir dari hati yang tidak lalai dari hakikat ini berkat taufiq dan ri’ayah rabbaniyah. Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman: “…dan ketahuilah bahwa Allah membentengi antara seseorang dengan hatinya, dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (di mahsyar).
Maka kita patut bertanya dan mengevaluasi diri. Seberapa kuatkah hakikat kehidupan abadi di akhirat telah tertanam dalam hati sehingga kita berhak mendapatkan ri’ayah rabbaniyyah tersebut yang membuat ruhul istijabah menjadi karakter dalam diri kita? Seberapa kuat hakikat ini mewarnai atau men-shibghah (QS 2:138) diri dan perilaku kita sehingga segala resiko duniawi dalam dakwah dan jihad fi sabililillah menjadi kecil di mata kita?
Kekuatan inilah yang menyebabkan Anas bin An-Nadhr r.a.--paman Anas bin Malik r.a.) memberikan respon spontan kepada Saad bin Muadz r.a. tatkala pasukan mukmin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan ucapannya: “Ya Saad! Surga…surga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud.” Kemudian beliau maju menjemput syahid hingga jenazahnya tidak dapat dikenali, kecuali oleh saudara perempuannya lewat jari tangannya (Muttafaq ‘alaih - Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits No 1317).
Hal itu pula yang menjadikan Hanzhalah Sang ‘Ghasiil Al-malaikat’ segera merespon panggilan jihad, meski ia baru menikmati malam pengantin dan belum sempat mandi hadats besar. Perhatikan pula respon ‘Umair Ibn Al-Humam r.a. tatkala beliau mendengar sabda Rasulullah SAW, “Quumuu ilaa jannatin ‘ardhuhas-samaawaatu wal-ardh” (Bangkitlah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi). Beliau mengucapkan kata “bakh-bakh” (ungkapan takjub terhadap kebaikan dan pahala) semata-mata karena ingin menjadi penghuni surga, lalu segera membuang beberapa biji kurma yang sedang dikunyahnya sambil berkata, “La-in ana hayiitu hattaa aakula tamaraatii haadzihii innahaa lahayaatun thawiilah” (Jika saya hidup sampai selesai memakan kurma ini, oh betapa lamanya (menanti surga)). Lalu beliau maju hingga gugur di perang Badar. (H.R. Muslim, dalam Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits No 1314).
Atau seperti Imam Al-Banna yang berangkat menunaikan tugas dakwah meskipun anaknya terbaring sakit. Beliau meyakini bahwa setelah usahanya optimal untuk mengobati putranya, Allah SWT yang diharapkan ridha-Nya dalam menunaikan tugas dakwahnya, tidak pernah akan mengecewakan dirinya.
Akhil ‘aziiz, ruhul istijabah juga muncul karena pemahaman kita tentang qhadhaya ummah (fahmul qhadaya) dan tanggung jawab (ruhul mas’uliyyah) kita untuk mencari solusinya. Orang yang tidak mengetahui bahaya yang mengancam dirinya, sangat sulit kita harapkan responnya untuk menghindari apalagi menghilangkan bahaya tersebut.
Imam Syahid Hasan Al-Banna bahkan menghendaki agar setiap al-akh memiliki kepekaan perasaan (daqiiq asy-syu’uur), bukan sekadar pengetahuan teoritis, tetapi harus menjadi kepekaan perasaan yang membuatnya tersentuh bahagia dengan kebaikan, dan terluka karena keburukan dan kebatilan. Bukankah dakwah adalah upaya kita menegakkan al-haq dan menghancurkan kebatilan?
Sifat daqiiq asy-syu’uur dan ruuhul mas’uuliyyah berarti mengharuskan kita untuk selalu berinteraksi dengan qhadhaya ummah dan terus memahaminya tanpa menunggu orang lain memahamkannya untuk kita. Sifat ini juga seharusnya membuat respon kita menjadi spontan dan penuh energi sehingga melahirkan kekuatan dahsyat, betapapun lemahnya kondisi fisik.
Lihatlah, bagaimana Al-Qur’an menceritakan kemampuan Maryam AS, ibunda Isa AS, menggoyang batang pohon kurma sehingga buahnya berjatuhan ketika beliau dalam keadaan lemah tak berdaya, semata-mata karena rasa tanggung jawabnya akan kelahiran dan keselamatan putranya yang akan mengemban risalah dakwah? (periksa Q.S. Maryam: 22-25).
Wassalamu alaikum wr wb
Maaf lhir dan batin
Mau dpt surga?Contoh para sahabat.
Ktk usai berkunjung di bukit uhud rasanya tak ada keinginan kwcuali berjumpa dg mereka
Semoga kita semua di mudah kan di jalan dakwah.
Yang terus berjuang mwmbela agama Allah bersama rasulullah tanpa pamrih.
Cetak diri kita mwnjadi pribadi muslim sejati
Teruskan menjadi pribadi dai dan prbadi pejuang utk agama ini.
💞 *Tanya jawab :* 💞
💞 *Closing statement :* 💞
Bila perjuanganmu masih disetir oleh hati manusiamu maka jangan berharap akan bertemu dengan Allah dan Rasulullah di akhirat kelak.
Maka luruskan niat
Gelorakan semangat
Untuk menjemput akhirat
Jangan biarkan diri dikuasai nafsu manusiawi sehingga membuat apa yang diperbuat tak bernilai di mata ilahi.
Wallahul.musta'an
〰〰〰〰〰〰🦋
🎤 : Sholcan
✍🏼 : Sholcan
🌹🐝
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
WAG : Telaga Surga
FB : Telaga Surga
IG : Telaga_Surga
Youtube : Telaga Surga
Blog : http://telagasurga17.blogspot.co.id/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📆 : Kamis, 16 November 2017
⏰ : 19.15 s.d 21.00
📑 : *QOWIYUL AZAM*
👰 : *Ustdzah Rochma Yulika*
💞 *Materi* 💞
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Qowiyul Azam,
Kuatkan Azzam-mu Di Jalan-Nya
Setiap kita Allah bekali kemampuan yang mengagumkan
untuk menggapai harapan, meraih cita dan ridhaNya.
Seperti kata yang mengugah dari Thalhah ibn Ubaidillah saat perang Uhud,
Ya Allah, ambil darahku hari ini sekehendakMu sampai Engkau ridha padaku
Bandingkan dengan apa yang sering kita keluhkan saat berada di tengah segala kesibukan. Suka dan duka menjadi kader dakwah biasa. Bayangkan ungkapan Thalhah Ya Allah, ambil darahku hari ini.. Apa yang patut kita banggakan dari kita?.............
Lukanya 39 tebasan pedang
Jarinya ada yg putus
Berangkat atas perintah rasulullah
Demikianlah seharusnya sikap seorang mukmin ketika menerima perintah dari Allah dan RasulNya. Sederhananya, sesungguhnya tentara Muslimin veteran perang Uhud adalah tentara yang secara fisik (dalam logika manusia biasa,mengatakan) sudah harus turun mesin, tapi tidak secara mental.
Sekali lagi, tidak secara mental.
Mental mereka baja
Bukan mental tempe apalagi mental kerupuk
Sakit dikit ijin
Bani Salamah keluar dengan empat puluh orang perajurit yang semuanya masih luka, antaranya Ath-Thufail bin An-Numan dengan 13 luka dan Al-Harits bin Ash-Shamah dengan 10 luka. Mereka sampai di hadapan Rasulullah SAW dan berdoa: Ya Allah, kasihanilah (ampunilah) Bani Salamah.
MASIH TERLUKA,
Mungkin kalo kita, Ya Rasul Aku ijin, aku masih terluka. Aku ada keperluan sebentar. Atau afwan ya saya left dulu. Dah ngga kuat di group ini Karena aq dah kerja n sibuk, ada ngga ya yg bs gantiin amanah Afwan, sy left dulu ya. Ni keluarga lg bth perhatian. Repot. dll
Qowiyyul Azam..
Jangan sekedar jadi materi yang enak dibaca saja
Jangan jadi kisah yang mengurai air mata saja
Tapi geraklan diri untuk segera berjuang menyambut seruan Nya
Qowiyyul Azam bukanlah cerita tanpa makna
Ia sangat sarat makna
Berkaca dari kisah tersebut, maka sepatutnya ketika kita menjalani dakwah ini membutuhkan azzam asy-syamilah, azzam yang utuh dan menyeluruh.
Tekad yang bulat penuh semangat
Meski Rasulullah dan pasukannnya menderita kekalahan ; Merasakan keletihan ; Menyisakan kesakitan dan kesedihan.
Tapi tidak dengan mental mereka. Mental mereka masih sekuat baja bahkan lebih kuat darinya. Tak ada kata menyerah. Karena di balik azzam yang kuat mengalirkan darah kesembuhan pada sakit yang diderita akibat luka perang. Karena di balik azzam yang kuat mengubah sedih jadi senang. ; Mengubah jauh jadi dekat ; Mengubah letih jadi kuat. ; Mengubah suntuk, tegang dan stress menjadi fresh.
Qowiyul azam....
Sebuah tekad yang kuat tidak datang serta merta wahai saudariku.
Al-Bukhturi berkata dalam kitabnya Diwan al Bukhturi bahwa ada dua unsur penting dalam perubahan ; unsur yang pertama yaitu hati yang berkilau atau nafsun tadhi dan yang kedua adalah semangat yang menggelora atau himmah.
Hati yang berkilau menandakan bersihnya niat yang bersinar cemerlang, bersih dari noda dan kotoran. Lepas dari ambisi dan kepentingan, suci dari hawa nafsu yang kotor dan meracuni. Seperti Umar bin Abdul Aziz tak ada satu langkah pun kecuali Umar meneguhkan niatnya. (Sirah Umar, Ibnu abdil Hakam, 30/29) Abdullah bin mubarrak menyebutkan, Berapa banyak amal yang kecil tapi dibesarkan oleh niat, dan berapa banyak amal yang besar namun dikecilkan karena niat. (Muhammad Nursani, Berjuang di dunia berharap pertemuan di surga refleksi ruhani pejuang dakwah, Jakarta: Tarbawi Press)
Hati yang bersih akan menjadikan pribadi2 akan menguat.
Terus melaju menuju Allah
Sedangkan yang kedua adalah semangat yang menggelora atau himmah tatawaqqad. Setiap kali jiwa kita bertambah semangat, maka semakin bersih hatinya dari kotoran dan noda. Karena semakin tinggi semangat dan aktivitas seseorang semakin banyak urusan besar yang ditanggungnya. Sekaligus dengan semangat itu ia terhindar dari godaan dan bisikan setan. Bila seseorang tidak disibukan dengan perkara-perkara besar, maka yakinlah bahwa ia hanya disibukan dengan perkara-perkara yang kecil.
Hakikat iman tidak akan terbukti kesempurnaannya dalam hati seseorang sampai ia menghadapi benturan dengan upaya orang lain yang berlawanan imannya. Karena di sinilah seseorang melakukan mujahadah sebagaimana seseorang melakukan mujahadah kepadanya untuk menghalanginya dari keimanan. Di sinilah cakrawala keimanan akan tersingkap dan terbuka. Keterbukaan yang tidak pernah terjadi pada jiwa seseorang yang merasakan iman secara datar. (Sayyid Qutub, Mustaqbal li Hadza Diin)
Lelah?
Sakit?
Semua akan terkalahkan oleh orang yang memiliki hati yang tulus kepada Allah serta semangat yang tinggi berjuang membela agama Allah.
Kesuksesan hanya akan tumbuh kepada mereka yang senantiasa memaksimalkan seluruh potensi dan kenikmatan yang Allah berikan kepadanya. Kesuksesan tidak akan bersanding dengan orang yang hanya setengah-setengah dalam melakukan usaha apalagi malas malasan. Ingat dakwah ini membutuhkan azzam yang utuh dan menyeluruh.
Sukses disini adalah suskes di kehidupan yang sejati
Azzam yang meliputi keseluruhan Azzam yang dibutuhkan dakwah ini. Antara lain yang meliputi ilmu, amal, dakwah, jihad, iman, yakin, sabar, ridho, keshalihan pribadi dan keshalihan secara sosial.
Memaksa hati itu tidak mengenakkan, meski itu kebaikan adanya. Tapi Azzam yang kuat akan membuka jalan selangkah demi selangkah, dan dengan izin Allah, segalanya akan tercapai. Kuncinya ada dalam kebersihan hati (nafsun tadhi ) dan semangat yang menggelora (himmah tatawaqqad).
Sesulit apa pun....
Miliki azam yang kuat untuk menjadi pribadi dahsyat yang melesat menuju akhirat
Ikhwati, tidak ada yang telah membuat usia para sahabat dan para ulama sekaliber Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad r.a. seolah terus memanjang hingga akhir zaman, kecuali dakwah yang mereka lakukan. Tidak ada sesuatu yang telah membuat lisan orang-orang mukmin menyebut dan mendoakan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Khalid bin Walid r.a. atau tokoh-tokoh seperti Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, dan Al-Muzhaffar Quthuz selain jihad fii sabilillah. Kehidupan mereka menjadi amat berarti dan berharga karena mereka sigap menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya.
kesigapan itu bukanlah suatu hal yang muncul begitu saja, melainkan adalah buah keimanan kepada Allah sebagai Pemberi dan Pencipta kehidupan, buah keimanan yang kokoh kepada hari akhir saat terwujudnya kehidupan dan kebahagiaan hakiki. Kesigapan itu lahir dari hati yang tidak lalai dari hakikat ini berkat taufiq dan ri’ayah rabbaniyah. Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman: “…dan ketahuilah bahwa Allah membentengi antara seseorang dengan hatinya, dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (di mahsyar).
Maka kita patut bertanya dan mengevaluasi diri. Seberapa kuatkah hakikat kehidupan abadi di akhirat telah tertanam dalam hati sehingga kita berhak mendapatkan ri’ayah rabbaniyyah tersebut yang membuat ruhul istijabah menjadi karakter dalam diri kita? Seberapa kuat hakikat ini mewarnai atau men-shibghah (QS 2:138) diri dan perilaku kita sehingga segala resiko duniawi dalam dakwah dan jihad fi sabililillah menjadi kecil di mata kita?
Kekuatan inilah yang menyebabkan Anas bin An-Nadhr r.a.--paman Anas bin Malik r.a.) memberikan respon spontan kepada Saad bin Muadz r.a. tatkala pasukan mukmin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan ucapannya: “Ya Saad! Surga…surga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud.” Kemudian beliau maju menjemput syahid hingga jenazahnya tidak dapat dikenali, kecuali oleh saudara perempuannya lewat jari tangannya (Muttafaq ‘alaih - Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits No 1317).
Hal itu pula yang menjadikan Hanzhalah Sang ‘Ghasiil Al-malaikat’ segera merespon panggilan jihad, meski ia baru menikmati malam pengantin dan belum sempat mandi hadats besar. Perhatikan pula respon ‘Umair Ibn Al-Humam r.a. tatkala beliau mendengar sabda Rasulullah SAW, “Quumuu ilaa jannatin ‘ardhuhas-samaawaatu wal-ardh” (Bangkitlah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi). Beliau mengucapkan kata “bakh-bakh” (ungkapan takjub terhadap kebaikan dan pahala) semata-mata karena ingin menjadi penghuni surga, lalu segera membuang beberapa biji kurma yang sedang dikunyahnya sambil berkata, “La-in ana hayiitu hattaa aakula tamaraatii haadzihii innahaa lahayaatun thawiilah” (Jika saya hidup sampai selesai memakan kurma ini, oh betapa lamanya (menanti surga)). Lalu beliau maju hingga gugur di perang Badar. (H.R. Muslim, dalam Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits No 1314).
Atau seperti Imam Al-Banna yang berangkat menunaikan tugas dakwah meskipun anaknya terbaring sakit. Beliau meyakini bahwa setelah usahanya optimal untuk mengobati putranya, Allah SWT yang diharapkan ridha-Nya dalam menunaikan tugas dakwahnya, tidak pernah akan mengecewakan dirinya.
Akhil ‘aziiz, ruhul istijabah juga muncul karena pemahaman kita tentang qhadhaya ummah (fahmul qhadaya) dan tanggung jawab (ruhul mas’uliyyah) kita untuk mencari solusinya. Orang yang tidak mengetahui bahaya yang mengancam dirinya, sangat sulit kita harapkan responnya untuk menghindari apalagi menghilangkan bahaya tersebut.
Imam Syahid Hasan Al-Banna bahkan menghendaki agar setiap al-akh memiliki kepekaan perasaan (daqiiq asy-syu’uur), bukan sekadar pengetahuan teoritis, tetapi harus menjadi kepekaan perasaan yang membuatnya tersentuh bahagia dengan kebaikan, dan terluka karena keburukan dan kebatilan. Bukankah dakwah adalah upaya kita menegakkan al-haq dan menghancurkan kebatilan?
Sifat daqiiq asy-syu’uur dan ruuhul mas’uuliyyah berarti mengharuskan kita untuk selalu berinteraksi dengan qhadhaya ummah dan terus memahaminya tanpa menunggu orang lain memahamkannya untuk kita. Sifat ini juga seharusnya membuat respon kita menjadi spontan dan penuh energi sehingga melahirkan kekuatan dahsyat, betapapun lemahnya kondisi fisik.
Lihatlah, bagaimana Al-Qur’an menceritakan kemampuan Maryam AS, ibunda Isa AS, menggoyang batang pohon kurma sehingga buahnya berjatuhan ketika beliau dalam keadaan lemah tak berdaya, semata-mata karena rasa tanggung jawabnya akan kelahiran dan keselamatan putranya yang akan mengemban risalah dakwah? (periksa Q.S. Maryam: 22-25).
Wassalamu alaikum wr wb
Maaf lhir dan batin
Mau dpt surga?Contoh para sahabat.
Ktk usai berkunjung di bukit uhud rasanya tak ada keinginan kwcuali berjumpa dg mereka
Semoga kita semua di mudah kan di jalan dakwah.
Yang terus berjuang mwmbela agama Allah bersama rasulullah tanpa pamrih.
Cetak diri kita mwnjadi pribadi muslim sejati
Teruskan menjadi pribadi dai dan prbadi pejuang utk agama ini.
💞 *Tanya jawab :* 💞
💞 *Closing statement :* 💞
Bila perjuanganmu masih disetir oleh hati manusiamu maka jangan berharap akan bertemu dengan Allah dan Rasulullah di akhirat kelak.
Maka luruskan niat
Gelorakan semangat
Untuk menjemput akhirat
Jangan biarkan diri dikuasai nafsu manusiawi sehingga membuat apa yang diperbuat tak bernilai di mata ilahi.
Wallahul.musta'an
〰〰〰〰〰〰🦋
🎤 : Sholcan
✍🏼 : Sholcan
🌹🐝
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
WAG : Telaga Surga
FB : Telaga Surga
IG : Telaga_Surga
Youtube : Telaga Surga
Blog : http://telagasurga17.blogspot.co.id/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Komentar
Posting Komentar